Maksud Hadis: "Kalian lebih mengetahui urusan dunia kalian"
Maknanya amat jelas. Iaitu agama tidak turut campur dalam urusan-urusan manusia yang didorong oleh naluri dan keperluan duniawinya. Kecuali jika telah terjadi sikap berlebihan, mengurangi atau penyimpangan. Dan agama akan turut campur tangan untuk mengaitkan seluruh gerak manusia yang bersifat nalurian atau biasa dengan tujuan-tujuan Rabbaniah yang luhur serta akhlak yang mulia. Kemudian memberikan gambaran etika kemanusian yang luhur dalam melaksanan semua tugas tersebut, sehingga membezakan manusia dari haiwan.
Kami akan berikan beberapa contoh tentang perkara keduniaan, serta sikap Islam terhadapnya.
1. Perang
Misalnya. Islam memberi garis panduan sebab-sebab kenapa perlu berperang, memerintahkan manusia untuk bersiap menghadapi peperangan, bersikap waspada terhadap musuh, serta menyiapkan segala kekuatan untuk itu. Seperti firman Allah SWT,
"Hai orang-orang yang beriman, bersiap-sedialah kamu, dan majulah (ke medan pertempuran) berkelompok-kelompok, atau majulah bersama-sama! ". ( QS. An-Nisa: 71)
"Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi dan dari kuda-kuda yang ditambat untuk berperang (yang dengan persiapan itu) kamu menggentarkan musuh Allah dan musuhmu ". ( QS. Al Anfal: 60 )
"Orang-orang kafir ingin supaya kamu lengah terhadap senjatamu dan harta bendamu, lalu mereka menyerbu kamu dengan sekaligus". ( QS. An-Nisa: 102)
Dan sabda Rasulullah Saw:
"Ketahuilah, kekuatan adalah dalam memanah (menombak, menembak)." [Hadits ini diriwayatkan oleh Muslim dari hadits 'Uqbah bin 'Amir, dalam kitab Al Imarah dengan nombor: 1917]
"Barangsiapa telah belajar memanah [menombak, menembak] kemudian ia melupakannya, bererti ia telah kufur ni'mat." [Hadits ini diriwayatkan oleh Daud, An-Nasai, dan Hakim mensahihkannya serta disetujui oleh Adz-Dzahabi. Seperti tertulis dalam Al Mustadrak 2/95 dari hadits 'Uqbah bin 'Amir. Lihatlah buku kami: Al Muntaqa min at-Targhib wa at-Tarhib" juz 1 hal. 361-62]
"Barangsiapa yang berperang untuk meninggikan kalimat Allah, maka ia berada di jalan Allah." [Hadits muttafaq alaih. Lihat: Al-Lu'lu wa al Marjan fima ittafaqa Syaikhan, Muhammad Fu'ad Abdul Baqi 1243, 1244. Yaitu dari hadits Abi Musa]
Serta memberikan landasan etika yang harus diikuti dalam berperang:
"Dan perangilah di jalan Allah orang-orang yang memerangi kamu, (tetapi) janganlah kamu melampaui batas, karena sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas". ( QS. Al Baqarah: 190). Dalam hadits:
"Janganlah kalian bersikap tidak jujur (dalam masalah ghanimah), jangan pula berkhianat, dan jangan menghancurkan mayat musuh, serta jangan pula membunuh anak kecil ... dst." [Hadits diriwayatkan oleh Muslim dari hadits Buraidah dalam kitab Al Jihad, no. 1331]
Sedangkan masalah macam senjata yang digunakan dalam berperang, cara membuatnya, serta bagaimana mempergunakannya dan lainnya, semua itu bukan urusan agama. Tetapi menjadi urusan dan tanggungjawab menteri pertahanan serta pimpinan angkatan bersenjata.
Pada suatu masa, senjata yang digunakan adalah pedang, tombak dan panah. Pada masa selanjutnya manjanik (alat pelontar batu dan bara api, penj). Kemudian berkembang menjadi senjata api dan mortar. Sementara pada masa berikutnya menggunakan bom dan peluru berpandu.
Pada suatu masa, tentera menggunakan kuda. Pada waktu lain menggunakan gajah. Dan pada masa berikutnya menggunakan kereta kebal, kapal terbang atau roket.
Tuntutan agama bagi peperangan pada era berkuda, sama dengan tuntutannya bagi peperangan menggunakan roket.
Tujuannya sama: iaitu untuk meninggikan kalimah Allah". Adabnya sama. Iaitu:
"... dan janganlah kalian berkhianat serta jangan pula menghancurkan mayat musuh."
"... dan janganlah kalian berlebihan, karena Allah tidak menyukai orang yang bersikap berlebihan".
Persiapan kekuatan semampu mungkin, bersikap waspada terhadap musuh, serta melatih umat, juga sama. Alat-alat dan kelengkapan dapat berubah, sementara ajaran dan tujuannya adalah tetap sama.
2. Pertanian
Contoh lain adalah pertanian.
Islam menggalakkan pertanian. Dan menjanjikan kepada para petani ganjaran yang paling baik di sisi Allah SWT
"Setiap muslim yang menanam suatu tanaman atau suatu tumbuhan, kemudian tanamannya itu dimakan oleh burung, manusia atau haiwan, maka itu akan menjadi sedekah baginya." [Hadits ini diriwayatkan oleh Al Bukhari dalam kitab Al Muzara'ah, dan oleh Muslim dalam kitah Al Masaqah, dari hadits Anas. Lihat: Al-Lu'lu wa al Marjan fima Ittafaqa Alaihi Asy-Syaikhan, Muhammad Fu'ad Abdul Baqi, juz 2 no. 1001]
Akan tetapi agama tidak turut campur untuk mengajarkan manusia bagaimana menanam, apa yang ditanam, bila menanam, dengan apa menamam, dan dengan apa mengairi tanamannya itu. Apakah dengan timba, atau dengan alat mekanik, dengan pengairan tradisional, dengan paip penyembur atau dengan cara yang lain.
Agama tidak turut campur dalam masalah ini dan bukan bidangnya. Ini adalah urusan kementrian pertanian dan institusi yang berkaitan!.
Alat pertanian telah berkembang dengan pesat. Dimulai dari alat pertanian yang ditarik kerbau menjadi mesin mekanik. Cara dan alat pengairanpun telah berubah, dari kincir yang berputar menjadi alat-alat mekanik moden. Dari pengairan dengan cara dialirkan menjadi kaedah penyemburan. Namun, itu semua tidak merubah sikap dan ajaran agama yang telah tetap.
3. Perubatan
Contoh lainnya, untuk menambah jelas, adalah tentang perubatan. Sejak zaman dahulu manusia memahami penyakit sebagai suatu takdir yang diberikan Allah SWT kepada manusia. Dan, apa yang telah ditakdirkan oleh Allah pasti akan terjadi, dengan demikian apa manfaat berubat? Nabi SAW. memperhatikan hal ini, dan menjelaskan kepada manusia bahwa penyakit adalah dari Allah, dan ubat juga dari Allah SWT
"Wahai hamba Allah: Berubatlah, karena Allah tidak hanya menurunkan penyakit, namun juga menurunkan ubat. Kecuali bagi satu penyakit ini: Tua." [Hadits diriwayatkan oleh Ahmad dan penulis kitab sunan yang lain, serta Ibnu Hibban dan Hakim dari Usamah bin Syarik. Seperti terdapat dalam kitab Al Jami' Shagir wa Ziadatuhu, no. 9734]
"Allah tidak hanya menurunkan penyakit, namun juga menurunkan ubat." [Hadits ini diriwayatkan oleh Bukhari dan Ibnu Majah dari Ibnu Mas'ud, seperti tertulis dalam kitab Al Jami' ash-Shagir, no. 5558]
"Allah tidak menjadikan kesembuhan kalian pada barang yang diharamkan atasmu." [Hadits ini diriwayatkan oleh Al Bukhari dari Ibnu Mas'ud secara mauquf dan mu'allaq, dalam Ath-Thibb. Kemudian Ibnu Syaibah menyambungnya dan sanadnya sahih]
Rasulullah SAW pernah ditanya tentang berubat: Apakah berubat akan merubah qadar yang telah ditentukan?. Rasulullah SAW. Menjawab:
"Ia juga termasuk qadar Allah.." [Hadits ini diriwayatkan oleh Tirmizi dalam bab-bab Ath-Thib no. 2066, cet. Himsha, ia berkata: Hadits ini hasan. Juga ia tulis dalam bab Al Qadar, no. 2149.
Oleh Ibnu Majah dalam Ath-Thib no. 3437. Ahmad dalam Al Musnad 3/421. Serta Al Hakim dalam Al Mustadrak 4/199 dan 402 dan ia mensahihkannya. Dan Albani mensahihkan hadits ini dalam mentakhrijkan bukuku Musykilat Al Faqr Wa Kaifa 'Alajaha al Islam, no. 11]
Dengan demikian, segera dapat difahami, bahwa Rasulullah SAW. menganjurkan untuk memelihara kesihatan dan menjaganya dari seluruh penyakit. Karena kesihatan adalah bekal orang mu'min untuk berjihad dan untuk menunaikan kewajibannya kepada Rabb-nya, dirinya, keluarga dan masyarakat seluruhnya.
Sedangkan masalah ubat. Apa ubat itu? Bagaimana membuatnya? Dari bahan apa? Berapa ukurannya? Dan seterusnya... semua itu bukan urusan agama. Namun urusan dan tanggungjawab kementerian kesihatan serta institusi yang berkaitan.
Namun anjuran agama untuk berubat, serta tidak berubat dengan barang yang haram terus berlaku. Dan perintah untuk memelihara tubuh juga terus berjalan, tidak terhapus atau tergantikan.
Inilah pengertian dari hadits: "Kalian lebih tahu tentang urusan Kalian". Bukan maksudnya memisahkan agama dari kehidupan duniawi.